Share

Share |

Bapeten: Perlu Peningkatan Aspek Keselamatan Nuklir di Indonesia

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menekankan pemanfaatan tenaga nuklir di berbagai bidang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), industri dan kesehatan seiring pembangunan nasional, perlu diimbangi pula dengan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. .

IAEA Kembali Kaji 440 PLTN di Berbagai Negara

Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) akan mengkaji ulang 440 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang ada di berbagai negara, terkait kecelakaan reaktor nuklir Fukushima Jepang maret lalu. .

Semenanjung Muria Tetap Dipertahankan

Semenanjung Muria, Jepara tetap masuk dalam daftar calon tapak yang disiapkan sebagai lokasi pembangunan PLTN di Indonesia. Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Dr Hudi Hastowo di Gedung Pakuan Bandung .

Peredaran Uranium Belum Terkontrol

Uranium, bahan bakar nuklir, sebagai produk ikutan hasil tambang, terutama pada timah, belum terkontrol. Keberadaan uranium di tambang-tambang timah, seperti Bangka Belitung, tidak diperhitungkan. .

Dalam Tubuh Erik Masih Ada Empat Benda Tajam

Setelah dilakukan rontgen ulang, pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Subang memastikan jika di dalam tubuh Erik Nuriana (14 bulan), masih bersarang empat jarum masing-masing sepanjang 4 cm. Benda tajam tersebut tertanam pada paha kiri, dekat kantong kemih, di bawah pusar, dan di bawah paru-paru. .

"Selamat Datang di http://purwanti-radiologisinjai.blogspot.com, di webside ini kami akan memberikan berita terkini seputar kesehatan, pengetahuan dan teknologi "

Selasa, 25 Januari 2011

Persoalan Kesehatan di Indonesia Timur Tertinggal


JAKARTA, KOMPAS.com — Separuh dari jumlah ibu melahirkan di Indonesia bagian timur masih mempertaruhkan nyawa lebih besar. Pasalnya, sekitar separuh persalinan belum ditolong tenaga kesehatan yang kompeten, seperti bidan atau dokter.
Persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan di daerah seperti Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Kalimantan Tengah, dan Papua masih minim atau di bawah 60 persen.
Sebagai gambaran, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2010, persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan pada bayi berusia 0-11 tahun di Maluku Utara hanya 26,6 persen, Maluku sebesar 48,7 persen, Sulawesi Tengah 50,3 persen, Papua Barat 54,3 persen, Kalimantan Tengah 56,4 persen, dan Papua 57 persen.
Padahal, cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan indikator yang digunakan untuk menggambarkan persentase persalinan yang aman. Jika ibu mengalami komplikasi persalinan, penanganan atau pertolongan pertama pada rujukan dapat segera dilakukan.
Target MDGs
Dalam paparan Menteri Kesehatan yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Indrawati, Senin (24/1/2011), penurunan angka kematian ibu merupakan target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang membutuhkan kerja keras dalam pencapaiannya. Pada 2015, ditargetkan angka kematian ibu menurun menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Situasi saat ini, angka kematian ibu masih 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Hal ini tak lepas dari pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil yang masih di bawah target. Bahkan, disparitas antarwilayah masih tinggi. Di Yogyakarta, misalnya, pertolongan oleh tenaga kesehatan sudah 98 persen (terbaik). Selain itu, persalinan yang dilakukan di rumah juga relatif masih tinggi.
”Jaminan persalinan bagi 2,5 juta ibu hamil yang akan segera dimulai diharapkan dapat membuka akses ke fasilitas dan tenaga kesehatan sehingga menurunkan angka kematian ibu nantinya,” ujar Sri dalam acara seminar nasional bertema ”Peran Pemerintah dan Masyarakat Sipil dalam Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium”. Kegiatan itu diselenggarakan Koalisi Perempuan Indonesia.
Selain itu, untuk daerah tertinggal dan terpencil, pemerintah akan mengadakan peningkatan fasilitas di 99 puskesmas dan jaringannya, penempatan tenaga kesehatan sebanyak 2.445 orang di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan.
Dalam makalah, Subandi Sardjoko selaku Direktur Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan, pencapaian target penurunan angka kematian ibu tidak mudah karena banyaknya variabel terkait. ”Beberapa faktor di antaranya ialah akses, tenaga terbatas, dan kesadaran akan kesehatan ibu yang masih rendah turut memengaruhi,” ujar Fitriyah dari Bappenas yang membacakan makalah Subandi.
Salah satu variabel penting lainnya ialah keterlibatan dan partisipasi ibu dalam pengambilan keputusan. ”Selama ini, perempuan tidak punya hak untuk menentukan hendak melahirkan di mana, akan punya anak kembali atau tidak,” tuturnya.
Tidak sepenuhnya keputusan berada di tangan ibu menyebabkan terlambatnya ibu mendapatkan pertolongan. Untuk itu, diperlukan partisipasi ibu melalui pendidikan kesehatan reproduksi, suami siaga, dan masyarakat untuk membantu jika suami sedang tidak di rumah.
Selain itu, pemerintah daerah juga harus berperan karena penurunan angka kematian ibu merupakan indikator daerah kesehatan masyarakat. (INE)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More